Beranda Opini Guru Yang Berjuang Nasibnya Malang

Guru Yang Berjuang Nasibnya Malang

Hari ini tanggal 25 November 2019 bertepatan dengan hari guru Nasional yang menginjak usianya ke 74. Berbagai ucapan, sanjungan dan pujian diberikan kepada guru atas jasa-jasanya yang telah diberikan selama mengenyang pendidikan terutama di sekolah formal. 

Guru “digugu dan ditiru” itulah ungkapan yang dipahami masyarakat awam. Seorang guru dituntut untuk berucap dan berprilaku baik juga bisa dalam segala hal yang berhubungan dengan masyarakat. Di sekolah guru sebagai panutan peserta didiknya dalam ucapan dan perbuatannya sehingga segala yang keluar darinya harus sesuai dengan tuntunan agama dan negara.

Guru diibaratkan sebagai gula dalam seduhan kopi. Ketika seduhan kopi terasa pahit  gulalah yang disalahkan (kurang gula) tapi ketika seduhan kopi terasa sempurna yang disebut hanya kopinya saja. Begitupun peserta didik, ketika mereka  kurang berhasil dalam menapakkan masa depan gurulah yang disalahkan. Akan tetapi, ketika peserta didik sukses dalam menggapai cita-citanya yang disebut hanya peserta didiknya saja bahkan tidak sedikit peserta didik melupakan jasa guru yang telah mendidiknya.

Menjadi guru adalah tugas yang mulia. Guru sebagai kunci maju mundurnya suatu negara di masa mendatang. Guru yang sungguh-sungguh dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya menjadi pahlawan bangsa. Sebaliknya, guru yang tidak sungguh-sungguh dianggap sebagai penghianat bangsa. 

Menjadi guru yang baik tidaklah mudah, setidaknya ada 4 kompetensi yang harus dimiliki, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,  kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Keempat kompetensi ini harus menjadi satu kesatuan utuh yang satu sama lainnya saling melengkapi. 

Tugas dan tanggung jawab guru sebagai pendidik sangatlah berat. Guru harus bisa membimbing dan mengarahkan peserta didik agar menjadi manusia seutuhnya sesuai dengan tujuan pendidikan nasional agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Agar peserta didik mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya, guru harus mengetahui potensi peserta didiknya sehingga menjadi fasilitator dalam menjembatani potensi tersebut untuk bisa hidup sebagai manusia yang beragama dan bernegara juga bisa memiliki rasa kepada sesama. 

Beratnya tugas dan tanggung jawab sebagai seorang guru ini, sehingga tidak sedikit orang yang memilih profesi pendidik yang sudah sukwan (honorer) pindah haluan ke profesi lain. Alasan memilih profesi lain tidak serta merta karena tugas dan tanggung jawab saja, melainkan ada alasan lain yang lebih vital yaitu tentang upah/gaji guru honorer yang jauh dari kata sejahtera. Tugas dan tanggung jawab guru honorer sama dengan guru PNS di lingkungan sekolah, akan tetapi dalam hal pemberian upah jelas sangat berbeda jauh. Tidak sedikit guru honorer yang hanya di upah 100.000 per bulan itupun diberikan 3 bulan sekali. 

Kondisi di atas tentunya harus menjadi perhatian semua pihak. Semua orang sukses. baik itu seperti yang sekarang duduk di eksekitif sebagai presiden, gubernur, bupati/walikota, camat, kepala desa bahkan sampai ke RT pun atas jasa guru. Begitu juga para wakil-wakil rakyat yang duduk di parlemen. Akan tetapi mengapa mereka ketika ada honorer yang menyampaikan aspirasinya mendadak tuli??? Bukankah guru itu sebagai sebuah profesi yang harus mendapatkan upah yang layak???

Dari ke prihatinan ini tentunya diharapkan ada suatu jalan keluar yang paling baik guna peningkatan kesejahteraan guru honorer yang sekarang sangat jauh dari kata sejahtera.

Penulis : Rijal Muhamad Kosim

Editor : Andri

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here